HALAMAN

12 September, 2023

CHAPTER 1

 "Hai!, kenalin namaku Sarah Ayu Aqila, biasa dipanggil Aqila, tapi kalo do sekolah panggilannya banyak ragam. Ada yang manggil aku Sarah, Sarah Ayu, Saryu, malah ada yang panggilan aku dengan Surya atau Sayur." 


"Disini aku mau cerita tentang sosok Bapak. Entah kenapa bisa kepikiran mau nulis tentang Bapak, tapi semoga cerita ini bisa menginspirasi tanpa harus membuang waktu kalian buat membacanya, "Here you go!."


Sebenarnya kalo mau cerita tentang Bapak tuh banyak banget...Hmm, mulai dari mana ya? Hahaha, jujur agak menggelikan sih setiap hari ketika ketemu Bapak selalu bilang

"Kamu koq cantik banget sih ?, Emang nggak ada yang suka sama kamu yah neng? Bapak aja kalo seumuran kamu pasti bakal naksir berat dah"


Bapak itu baru bilang kayak begitu yang beneran jujur saat usiaku 13 tahun. Kalo sebelumnya dia ngomong gitu tuh biar aku PeDe nggak insecure ceunah, hahaha... biar gimanapun aku tetep sayang koq pak, sama Bapak.


*      *      *


Yang paling aku suka dari bapak ketika ngetreat anaknya itu, pas udah ngajak anak-anaknya sharing tentang apa aja. Sehingga aku tuh berasa nyaman aja kalo dekat dia, bisa cerita bebas layaknya ngobrol sama teman dekat. dan pertanyaan yang khas pembuka percakapan dari beliau adalah

"Ada cerita apa hari ini Neng?" atau,

"Gimana kabar diluar tadi?"

ataupun pertanyaan pembuka lain yang sejenis. Pokoknya kalo pertanyaan-pertanyaan itu sudah mulai di lontarkan, mulailah sampah dan unek-unek yang melampaui 20 ribu kata itu bertebaran layaknya Bapak tempat pembuangan akhir terhadap keluh kesah yang aku rasa.


Didekatnya aku tenang, pokoknya Bapak itu bestie banget lah. Nggak ada hari tanpa cerita dengan Bapak. Karena Bapak pasti meluangkan waktu buat anak - anaknya bercerita. Dia tau banget kalau anaknya butuh penyaluran untuk berkeluh kesah. Dia seolah nggak mau masa kecil anaknya terbuang sia-sia. Takut nggak sadar tau-tau anaknya sudah beranjak dewasa dan dia ketinggalan update-nya.


Effort beliau ke anak-anaknya tuh nggak ada tanding nggak ada banding. Aku memang nggak tau effort orang tua di luar sana bagaimana, tapi aku bersyukur  banget bisa jadi bagian dari keluarga kurma 31 ini. Kalau diluar sana ada keluarga cemara, inilah keluarga kurma yang di damba kami semua.


Saat ini aku sekolah di Madrasah Al Fatih. Kalau sekarang mungkin setara dengan Pondok pesantren yang nggak setiap hari bisa ketemu sama orang tua dirumah. Untuk mendapatkan momen ketemu berhari-hari, mungkin aku butuh waktu lama dan nggak tentu bisa kembali lagi kapan, tapi beruntung alaat komunikasi sekarang sudah canggih, bisa mendengar suara bapak dan keluarga di rumah saja hati terasa riang sekali. Apalagi bisa bertatap muka berhari-hari, momen itulah yang paling dirindukan setiap santri. 


Hampir setiap akhir pekan pasti ada cerita yang aku serahkan kepada Bapak, ini menjadi ritual kami untuk bercengkerama dan membuat ikatan agar tetap merasa dekat meskipun kami tak bertatap muka.


"Sebenarnya bapak sudah nggak kuat lagi untuk menjenguk kamu ke  MAF, tapi karena bapak sudah tidak sabar untuk mendengar cerita-ceritamu, anak perempuan bapak semata wayang, jadi bapak upayakan bagaimana caranya agar tetap bisa kemari. Yang penting bapak bisa melihat 'kebahagiaan' bapak belajar dengan baik dan memastikan keadaan dia baik-baik saja di sini."


Duh, terharu banget tauuuk, punya bapak kek gini.

Speechless karena aku kira bapak tuh kondisinya stabil dan baik-baik aja. Nggak punya masalah buat urusan jenguk menjenguk aku yang jaraknya mungkin hanya dua jam dari rumah, cuma bagi seorang bapak, perjuangan untuk mencapai destinasi tempat aku belajar ternyata butuh tenaga serta konsentrasi yang sangat berat untuk di lalui, karena posisi pondok kami berada di daerah setengah curam dibalik keindahan alamnya. sementara untuk melewati 7 anak tangga saja beliau sudah nggak mampu, jalan lewat dari 100 meter, nafasnya mulai sesak berat. 


Mungkin sebagian bertanya-tanya, kenapa Bapak bisa nggak kuat, padahal anak kecil aja bisa semudah itu menggapai sambil berlari kecil dan tertawa lebar.

Pasti mikirnya karena sudah tua, padahal usianya tahun ini belum saja setengah abad. Nanti aku ceritakan di bagian yang lain ya

*     *       *




Bapak itu seorang yang visioner, beliau paling sering membahas masa depan denganku. Disetiap kesemppatan ngobrol sama aku pertanyaannya terselip :

"Nanti kalau sudah besar, Neng Cantik mau jadi apa?"

Kalau dulu ketika di tanya macam begini, aku terobsesi jadi pengusaha biar sukses kayak Ibu dan Bapak yang bisa ngurus anaknya dari rumah.. Cuma sekarang aku juga kepengen jadi desainer, dan aku belum sempat bocorin keinginanku ini kepada mereka. Yang pasti, apapun jalan hidupku yang akan aku tuju nanti, mereka bakal mendukung penuh dan  mengarahkan selama itu dalam kebaikan. Berprasangka baik aja dulu, nanti ALLAH juga akan menyesuaikan prasangka hanmbaNYA.... hehehe.

Bapak juga pernah tanya kepadaku, 

"kalo kamu mau ngelanjutin kuliah kira-kira mau dimana Neng?". 
Dulu waktu awal banget di tanya kek gini, aku kerap menjawab kalo aku mau masuk UI. Alasannya karena di sana tempatnya kece badai, isinya mayoritas mahasiswa berotak Einstein. Tapi ibu menolak pendapatku, karena khawatir kelak akan kesulitan dalam menyusul kejar paketnya. Sementara Bapak setuju-setuju saja selama aku bisa dan sanggup.

Bapak selalu mengarahkan aku kala aku bercerita. Naksudnya ngarahin tuh memberikan pendapat gitu.

Misalkan lagi dalam keadaan yang kurang "sreg" sama lingkungan maupun cara pandang terhadap sesuatu, beliau pasti kasih arahan dengan bahasa bijaknya :

"kamu jangan melihat sebelah sisi saja, tapi cobalah lihat dari sisi yang lainnya." Intinya  semua nasihat beliau itu sangat berpengaruh terhadap kehidupan aku kedepan. 

Buat kalian yang belum pernah merasakan betapa indahnya berbagi cerita sama orang tua, cobain deh sensasinya. Karena biar bagaimanapun orang tua itu adalah tempat terbaik dalam membuang 'sampah' pikiran yang kita miliki. Ia akan memberikan pendapat yang terbaik untuk kita jalani dan pastinya nggak mau kalau anaknya kelak jadi buruk atau membawa nama besar orang tuanya tercemar.

*       *       *

[bersambung....CHAPTER 2]

No comments:

Post a Comment

" Berikan Komentar Anda Untuk Postingan Ini "