HALAMAN

20 July, 2022

AKU PILIH JALAN HIDUPKU DENGAN CAPD

Pertama mendapat vonis
Gagal Ginjal Kronik
stadium V awal
(Oktober 2018)
Sejak di vonis menjadi penyintas gagal ginjal kronik stadium V pada awal Oktober 2018 yang lalu, aku menerima segala yang ALLAH tetapkan terhadapku. Apapun yang menjadi takdirNYA, aku ikhlas menjalani , meski pada kenyataannya tak mudah menjalani peran sebagai seorang pesakitan seperti ini.

Ada saja gimick yang dihadapi dalam keseharian. Terkadang merasakan dada sesak tetiba dan tak ada konfirmasi di awal, apalagi tanda-tanda sebagai kode agar tidak menyulitkan saat rasa sakit “ujug-ujug” datang menyapa. Terkadang harus merasakan mual berkepanjangan hingga menderitanya merasakan sulitnya buang air besar. Terkadang harus merasakan ketidak mampuan untuk merasakan tidur nyenyak sejak tengah malam hingga saat sinar mentari pagi membuncah. Mengawali pagi dengan sisa tenaga, aku masih harus merasakan lelahnya menahan kantuk semalam.

Memang tidak mudah menjalani peran hidup sebagai seorang penyintas. Belum lagi harus merasakan perihnya gigitan jarum hemodialisa yang memiliki ukuran tidak biasa. Bukan jarum halus yang hanya menggelitik manja untuk mencubit sesaat kemudian keluar dari balik tubuh, tapi adalah jarum penghisap darah yang daya hisapnya sanggup menguras kotoran hanya dalam durasi 2-3 jam hingga sirkulasi dibenahi selama 5 jam dalam sekali perjalanan ritualnya. Untunglah nggak ada backsound bergenre thriller yang biasa mengiringi film DRAKULA. Jika saja bisa, mungkin akan sama rasa horornya dengan film urban legend itu.

Bahkan tidak jarang ketika tiba waktunya pulang, aku harus merasakan tidak mampu melangkah karena sudah tidak bisa lagi menopang  keseimbangan. Hingga terpaksa harus mengistirahatkan badan untuk sekedar membawa pulang kembali tubuh yang sudah lusuh agar tetap kembali ke rumah dalam keadan utuh.

Menanti dokter datang untuk melepas CDL
Itulah kondisi saat menjadi pejuang yang terus berjibaku melawan lemah dan menolak kalah. Kalah dengan keadaan dan menyerah dengan perasaan.

***


22 April 2021, adalah momen terpenting dalam melanjutkan hidup, ketika aku harus memutuskan memilih jalan terapi melanjutkan apa yang sudah aku jalani selama ini. Karena jujur, ini bukan tentang apakah jalan yang aku ambil benar-benar tepat menjadi pilihan hidup, atau hanya sekedar memenuhi keingintahuan saja.


Hemodialisa selama satu tahun belakangan butuh effort hebat. Ada kalanya ditengah jalan menjalankan ritual cuci darah dengan mesin, justru mendapatkan ujian menggigil hebat, hanya karena dialiser yang dipakai kotor akibat pola makan beberapa hari belakangan nggak terkontrol.


Kadang setelah segalanya selesai, malah badan mager alias “males gerak” buat pulang, akhirnya begitu tiba di rumah, yang aku dapati adalah tidur sepanjang hari, hingga akhirnya baru bisa bangun keesokan hari dan menjalani aktifitas yang tertunda.


Kadang juga sempat berpikir, dampak jangka panjang menjalankan hemodialisa, mendapati informasi bahwa akan terjadi tulang menjadi osteoporosis, kekurangan kalsium, pembengkakan pembuluh jantung, tidak bisa buang air kecil, dan banyak lagi kekalutan yang membuat aku harus segera membuat keputusan untuk lanjut atau berganti pilihan.


Akhirnya, inilah waktunya membuat putusan dan eksekusi dimulai. Aku menjadi pasien pertama di rumah sakit Hermina Depok yang memberanikan diri menjalankan program CAPD. Disaat yang lain masih melirik dengan takut-takut setengah hati, bahkan menanti apakah yang akan terjadi pada pasien pertama CAPD ini. Aku justru optimis dalam menjalankan pilihan ini. Karena sebelumnya terus mencari informasi dan keyakinan terhadap nakes yang siap “berperang” mengedukasi dan menaruh harapan besar untuk keberhasilan program CAPD di rumah sakit tempat mereka bekerja.


* * *


Bius lokal dengan waktu tempuh eksekusi kurang dari satu jam, akhirnya operasi pemasangan transfer set CAPD -ku selesai di ruang Operasi. Tim dokter bedah memang handal. Sehingga tidak butuh waktu lama untuk melakukan operasi yang masuk kategori operasi besar ini.


Tinggal menunggu jeda 1-2 jam observasi, habis itu keluar dari ruang operasi dan istirahat di ruang rawat inap. Aman (pikirku...)


Tiba saatnya bius lokal menghilang, jutaan rasa sakit efek dari operasi mulai terasa. Aku mulai mengaduh. Ketakutan terjadi sesuatu mulai muncul. Tapi mau apalagi, karena semua adalah pilihan dan konsekuensi yang harus diambil dalam menjalankan pilihan. Namun dengan segala kekuatan, akhirnya perjalanan drama menahan rasa sakit perlahan berhasil di lalui. Hingga setiap kesakitan berangsur mereda dan menghilang di hari berikutnya.


Hanya butuh waktu tiga hari untuk menjalani rawat inap, akupun diperbolehkan pulang dan menunggu waktu praktek guna meneruskan proses CAPD dari rumah. Bulir-bulir harapan untuk mandiri melanjutkan upaya menyehatkan tubuh memberikan secercah asa. Aku pun berazam, jika suatu hari nanti kembali, aku akan tunjukan pada dunia, bahwa aku berhasil mengikuti program CAPD yang pernah di khawatirkan orang-orang, dan jangan pernah takut menjalani hal baru yang ketakutannya belum terbukti.


Tapi menjalani realita tidak selamanya sesuai dengan ekspektasi. Menjadi pasien pertama CAPD ternyata nggak senikmat yang dibayangkan. Aku merasa sendirian nggak punya teman berbagi cerita dan kendala saat terjadi sesuatu pada tubuh iini. Beda cerita manakala waktu menjalani terapi HD. Sakit sedikit, ada grup yang bisa di ajak sharing, terkendala sedikit, ada suster yang bisa di ajak berkeluh kesah.


Saat ingin bercerita...nggak ada yang bisa memmahami kondisi, hingga akhirnya kendala dan cerita itu aku telan sendiri. Namun dari kondisi itu, aku malah menemukan banyak pelajaran yang kemudian akan bisa dibagi oleh teman-teman yang menjalani CAPD setelahku. Karena akan ada momen yang boleh jadi tidak di lewati juga oleh teman-teman sejawat. Mereka tidak mengalami kesendirian seperti aku merasakannya. Setidaknya sudah ada aku yang pernah melalui masa adaptasi yang menyiksa.


Ujian demi ujian semakin hari makin terasa berat. Kebiasaan lama dari orang HD masih saja terbawa, sebagai seorang yang sudah memilih terapi CAPD, harusnya menjadi lebih aktif, baik dari sisi bergeraknya, maupun pola makannya. Karena keduanya memiliki perbedaan karakter dalam menjalankan terapi.


Lalu, apa saja ujian adaptasi yang aku alami dan nggak ada seorangpun tau dalam melalui momen ini?


* * *




Sejak selesai pemasangan transfer set, kendala pertama sudah terjadi. Pengisian perdana di lakukan. Kata suster nggak butuh waktu lama untuk menjalankan ritual ini. Pada kenyataanya aku butuh waktu 3 jam untuk memancing cairan sebanyak 200ml ini keluar dari tubuh. Kalau saja teman-teman pembaca melihat posisi perawat yang sengaja mendampingi aku untuk ritual mengeluarkan cairan perdana kal itu, akan merasa prihatin menyaksikannya.


Mereka berjibaku mengupayakan yang terbaik bagi pasiennya. Ada rasa khawatir, sabar menghadapi kondisi yang berjam-jam tak kunjung keluar cairan yang di tunggu dari dalam tubuhku. Sementara aku sempat melihat mereka dalam kelelahan bekerja di luar jam pengabdiannya. Sungguh berterima kasih Allah mengirimkan tenaga medis yang begitu tulus memberikan dedikasinya untuk kemanusiaan.


Kembali lagi ke laptop...


Kebiasaan sebagai seorang pasien HD yang masih terbawa adalah bersantai-santai tanpa upaya bergerak. Sehingga lambat laun terjadi penumpukan cairan. Malas berjemur, kurang makan protein tinggi, ragu memilih buah-buahan yang akan di konsumsi sebagai makanan tambahan, dan masih banyak lagi kekurangan yang terjadi disana-sini menyebabkan bertambah panjang masa adaptasi dalam menjalankan siklus ini penyesuaian selama 6 bulan kedepan.


Lalu apa resiko yang di dapat dari tiap kejadian yang aku alami? Dari kondisi yang terjadi, aku harus menjalani terapi cuci darah untuk membantu agar cairan yang menyebabkan pembengkakan akan turun secara perlahan. Teknik melakukan HD diberikan untuk memberikan bantuan dalam mendapatkan percepatan kondisi tubuh yang sedang mendalami adatasi dari proses CAPD.


Setelah menjalankan HD untuk mengurangi timbunan cairan dalam tubuh, aku memang merasakan perubahan dalam diri. Bengkak berkurang sebanyak jumlah cairan yang ditarik dari tubuh yang semula bengkak.


Cukup lama aku bertahan dari tubuh yang makin membesar akibat penimbunan cairan. Tapi perlahan kaki kembali merasakan semakin membesar, hingga celana panjang tidak lagi dapat terpasang. Kadang ujung celana hanya sampai di pangkal betis diantara posisi tumt.


Bahkan untuk wudhu saja
harus dibantu kedua anakku
Dan tidak hanya itu, sampai rindu rasanya ingin merasakan indahnya sujud dalam shalat. Aku merasakan tidak mampu lagi shalat selayaknya orang normal shalat. Pada akhirnya aku harus menjalani hari-hari beriibadah sambil duduk atau rebahan. Karena kaki yang bengkak karena cairan itu sudah tak lagi mampu menopang tubuh yang semakin membesar.


Ada sedih, dan perasaan mencekam membuat imun dalam tubuh semakin mengecilkan harapanku untuk bertahan hidup. Ada juga penyesalan dalam hati... Andai saja aku tidak mengambil langkah CAPD dan mengakui kekalahan terhadap egoku untuk tidak merubah terapi, mungkin aku masih menikmati hidup ini dengan normal dan menjaga berat kering.


Ibarat pepatah... “Nasi sudah jadi bubur” ...ini bukan waktunya meratapi keadaan, tapi waktunya berjuang menghadapi apa yang sedang terjadi. Bukan lagi waktunya berpikir mundur dari peperangan, tapi waktunya berpikir bagaimana bisa menjadi manfaat untuk mempersiapkan perbekalan sebelum ajal menjemput amal !. Yak, kami sedang berkejaran dengan waktu.


Belajar dari masa adaptasi yang aku hadapi dalam rentang waktu enam bulan pertama, ada kondisi ketika menjalani masa-masa sulit dan tidak memiliki teman sharing. Yang aku rekam dalam ingatan ketika aku sempat mengalami beberapa kondisi sulit, diantaranya :


  • Bengkak, akibat kurang bergerak, banyak rebahan, dan tidak memperhatikan makanan yang masuk membuat aku banyak kekurangan asupan protein, kalium, juga gizi yang buruk. Sehingga teman teman yang ingin memulai terapi dengan CAPD. Harap di perhatikan asupan makanan dan juga olahraga agar dapat membantu mempercepat masa adaptasi yang pernah aku jalani. Karena pada teman-teman setelah aku, mereka menjalankan pola yang berbeda dan berhasil melalui masa adaptasi. Bahkan ada yang tidak melalui apa yang aku pernah alami.

  • Fibrin, akibat seringnya keluar cairan dan merasa kenyang ternyata jadi bikiin aku lupa makan. Ternyata kondisi seperti ni membuat undangan tamu para pengguna CAPD yang ada dalam tubuh kita. Hal ini akan kerap terjadi pada pasien yang baru saja menjalani proses adaptasi. Untuk itu dibutuhkan asupan albumin agar Fibrin tidak melulu hadir akibat kita kekurangan protein tinggi. Perbanyak makan putih telur, ikan gabus dalam bentuk fresh maupun ekstrak, atau bentuk protein lainnya. Selama punya kandungan protein tinggi, ini akan membantu anda mengeluarkan cairan dianeal dalam tubuh.

  • Perbanyak makan buah-buahan, untuk pasien CAPD akan berbeda dengan pasien HD, cairan yang keluar akan membawa nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh. Diantara kebutuhan tubuh tersebut ada albumin dan kalium. Maka jika hal ini terus dibiarkan dan kita kekurangan nutrisi yang dibutuhkan tubuh, kejadiannya adalah.. Mengundang fibrin datang dan menghambat proses pergantian cairan berikutnya. Apabila hal ini terjadi, bersiaplah anda akan dibuat ketar-ketir di buatnya.

  • Perbanyak makan buah-buahan, untuk menunjang kalium anda, tapi juga perhatikan kadar kalium anda agar tidak terkena hyperkalemia.


Intinya... diperintahkan untuk menjaga sunnah rasul yang berpesan “Makanlah sebelum lapar, dan berhenti sebelum kenyang”


Nah...semoga apa yang aku tulis ini dapat memberikan sedikit pemahaman bagi teman-teman pembaca yang ingin mempersiapkan masa CAPD nya. Semoga bisa lebih lancar dan tidak mendapatkan kendala seperti halnya aku yang tidak memiliki teman sharing. Karena jujur, sendiri dalam menjalankan masa adaptasi tanpa teman berbagi itu rasanya perih... lebih perih dari kehilangan bahu untuk bersandar. #Eaaa


Sekian dulu tulisan dari saya, izin pamit dari hadapan anda...salam sehat dan JANGAN LUPA BAHAGIA!






No comments:

Post a Comment

" Berikan Komentar Anda Untuk Postingan Ini "