Buku.... untuk
zaman sekarang mungkin mayoritas orang hanya mencibir melihat tingkat
kekiniannya di banding keluarga besar gadget seperti telepon selular, tablet,
komputer, dan perangkat lunak lainnya yang bisa di tunjang dengan koneksi
internet... apalah arti sebuah buku dengan harga selangit...jika dengan bantuan
mesin pencari kita langsung bisa browsing, googling, surfing, ke dunia maya
cukup mengkonversi pulsa dengan nominal harga se-iprit gambar dan ilmu bisa di terima tanpa limit.
Sebagian yang
lain akan menyebutkan bahwa zaman sudah bergulir, mungkin dulu buku menjadi
idola karena belum ada yang namanya teknologi tingkat tinggi. Mau kasih kabar
saja harus pake surat, mulai cari-cari bagian tengah buku yang lembaranya
kosong rapi terlipat, hari ini selesai
di buat sampai di penerima sudah hari ke empat. Itupun perjalanan paling cepat,
bagaimana kalau mau lebih cepat tapi harga lebih hemat? Ya pake telegram yang
nulisnya pakai sandi morse dan baru bisa di konversi ke bahasa yang layak
dibaca di hari yang sama tapi selang beberapa jam saja itupun beritanya Cuma
muat beberapa kata, mirip sms tempo dulu. Ah...sulitnya cari informasi di zaman
itu...
Tapi untuk kali
ini maaf, aku tidak sepaham dengan kekata di atas... aku tetap berpendapat
bahwa buku adalah jendela ilmu sementara harga merupakan faktor penentu
kualitas. Tak akan berharga suatu karya tanpa adanya kualitas, dan tak akan
mungkin seseorang bisa menghargai suatu karya tanpa dia bisa memaknai bahwa
proses pencarian dan penemuan suatu ilmu adalah menjadi bahan pertimbangan dan
penyebab timbulnya penyesuaian harga...ah, kenapa jadi jauh nyeleneh begini
topik nya. Oke..oke, kembali ke buku ...
Contoh kecil
buku berharga untuk keluarga yang paling pertama kami miliki adalah “MUHAMMAD
TELADANKU” yang orang banyak menyingkatnya dengan sebutan ‘MuTe’ [bagi sesiapa yang
belum tau buku ini di anggap ngga gaul #eeaaa]. Sudah hampir empat tahun buku
ini bersanding di rumah kami sebagai teman pengantar tidur anak. Karena hanya
ini buku bacaan favorit anak-anak di antara berbagai buku yang kami punya
sebagai ganti dari “kotak hitam” bernama televisi.
Pepatah yang
menyebutkan “Tak Kenal Maka Tak Sayang” adalah ungkapan yang tepat. Terkadang
kita ingin mencontoh keteladanan Rasulullah tapi secara tidak sadar pengenalan
diri terhadap siapa sosok Nabi Muhammad SAW, bagaimana kesehariannya, apa saja
aktifitasnya, siapa saja anaknya, bagaimana beliau memperlakukan istri dan
anak-anak, apa sebab hingga sahabat dan ummat di zamannya begitu mencintai
sosok Muhammad SAW di bandingkan diri sendiri, dan hal lain tentang Rasulullah yang
tidak kita ketahui secara mendalam. Akhirnya kita hanya mengetahui sebagian dan
menghilangkan sebagian yang lain. Hingga kita mudah terinfeksi pemahaman dari
luar yang tidak dapat dipertanggung jawabkan.
Berkaca dari
diri sendiri...Terkadang aku malu mau mengakui sebagai ummat Nabi Muhammad SAW,
tapi aku sendiri tidak mengetahui biografinya. Biasanya sih begini... jika kita
mengidolakan seseorang, usaha terbaik akan di lakukan untuk mencari informasi
tentang idola kita. Nah.. lantas terbersitlah dalam kepalaku sambil
cengar-cengir sendiri, “Hei Bung..pernah ngga berpikir jika suatu hari nanti
anak-anakmu bertanya seperti ini....:
“Bapak... Nabi
Muhammad itu pernah mimpin berapa kali perang?.... trus kata pak guru Nabi
Muhammad SAW itu sangat adil kepada istri dan anak-anaknya, emang berapa sih
anaknya Pak?”
HHmmm... berapa
yah....ah..eh.. sebentar Bapak liat internet dulu
“Bapaaak...
sahabat nabi itu ada berapa sih?”
“Naah yang ini aku
tau niiiih.... Sahabat Rasulullah itu Ada 4 sayang...”
“Bapaaak... koq
dikit amat, emangnya Nabi ngga gaul yah dulu? Sahabatku aja banyak... “”
#NahLOh
Trus... aku
mesti gimana???? Cari di internet? Tanya mbah gugel gituh? Plis deh #tepokJidat
Naaah... itulah
salah satu penyebab terbelilah buku [MuTe] ini J
Bukan berarti
buku itu aman 100% dari infeksi paham menyesatkan, tapi setidaknya informasi
yang kita dapatkan dari buku memiliki nilai pertanggung jawaban yang tinggi,
punya badan sensor yang jelas, hingga jika terjadi kekeliruan dalam penyampaian
informasi dapat dengan mudah di revisi dan ditindak lanjuti. Bagaimana
informasi yang kita dapat dengan cara yang mudah melalui internet???
Eeehhhmmm.... sepertinya aku ngga bisa mengomentari lebih jauh, karena mungkin
sudah banyak yang mengalaminya #Eaaa.
Loh...media
elektronik gimana tivi misalkan banyak juga koq informasi yang jelas dan siaran
bagus!?.. Bagus buat kita belum tentu bagus buat anak-anak kita J. Untuk penjelasanku yang ini harap di maklumi, Mohon
jangan menganggap ku sebagai orang yang anti teknologi dan lebih memilih ngga
punya tivi, tapi seiring dengan banyaknya tayangan di stasiun tivi yang semakin
langka untuk di konsumsi oleh anak-anak maka aku dan istri mengambil keputusan
untuk menyingkirkan televisi di rumah dan memasukannya ke dalam gudang di pojok
dapur dekat ruang masak dan cuci.
Faktor penyebab hingga akhirnya kami memilih
buku MUHAMMAD TELADANKU sebagai pengganti tivi di mana benda ini merupakan
perangkat lunak pilihan nomor satu.. antara lain adalah, yang pertama tivi
sudah masuk kedalam kotaknya dan kami butuh pengalih
perhatian untuk aktifitas anak-anak. Kedua, sebagai orang tua...aku butuh aikon
idola yang bisa di teladani bagi anak-anakku di kemudian hari. Ketiga, buku ini
adalah salah satu yang bisa kami beli dengan harga mencicil... [qiqiqiqi].
Maklum lah sebagai orang tua pembelajar, aku sangat minim pengetahuan dan sarat
akan keingin tahuan, tapi dengan tidak meninggalkan tujuan, perlu juga
menyiasati kebutuhan ekonomi alih-alih efisiensi supaya dapur tetap ngebul tapi
mendidik anak tetap menjadi yang utama dalam tujuan.
Dan Sahabat...inilah
cerita tentang aku, kamu, dia, mereka, kita semua
No comments:
Post a Comment
" Berikan Komentar Anda Untuk Postingan Ini "