“Didiklah anakmu sesuai dengan zamannya, sungguh mereka akan menghadapi
masa depan yang berbeda dari masamu” (Ali bin Abi Thalib R.A)
Kalimat bijak sarat dengan nasehat
itu kian bergejolak hebat kala menginjak usia nikah semakin bertambah dan
melahirkan empat buah hati yang kian gencar bereksplorasi. Menjadi orang tua
zaman sekarang terasa semakin kehilangan kendali. Saingan pendidik semakin
banyak. Televisi semakin mudah menyihir kita untuk istiqomah menggunakan konsentrasi penuh
terhadap waktu yang begitu cepat berlalu. Facebook, twiter, BBM, Whatsapp, LINE, dan chat tool lainnya seakan menjadikan
media kita menjauhi orang – orang terdekat, padahal tujuan awal terciptanya fitur itu adalah untuk mendekatkan yang
jauh.... tapi malahan yang terjadi adalah orang yang ada di sekeliling kita
menjadi tak terlihat lagi karena
asyik memandangi kotak kecil yang lagi-lagi menyihir kita alih-alih
fokus dengan percakapan, senyam-senyum
sendiri bahkan menertawai layar sentuh berdimensi 5 inchi sambil memainkan
jari-jemari berbalas kata. hingga haripun berganti, Cinta tak lagi terjalin indah, kebersamaan
berlalu sudah, yang ada hanyalah kesepian dan perasaan hampa ketika perubahan
zaman menjadikan posisi berbanding terbalik terhadap fitrah manusia yang diciptakan-NYA sebagai
mahkluk social, bukan mahkluk yang mahir bersosialita di dunia maya tanpa batas.
Alangkah cepat waktu berlalu, tak
terasa usia anak-anakku ini semakin besar, makin hari kebutuhan mereka akan
informasi semakin kompleks. Namun dalam
perjalanan mencari informasi yang di butuhkan, anak-anak butuh bimbingan. Lalu
sebagai orang tua bagaimana kita memainkan peran untuk mereka yang mulai mencari
sosok terdekat untuk dijadikan teladan mereka, apakah yang harus dilakukan,
mengingat aku hanyalah jembatan dalam mencapai masa depan mereka. Jembatan yang
kelak akan dilalui oleh begitu banyak keinginan untuk mencapai tujuan, jembatan
yang kelak akan dimintai pertanggung jawaban-NYA. Inilah jembatan yang semakin
hari semakin tua dan tetap harus terlihat perkasa, jembatan yang akan menjadi
saksi bahwa kelak entah 20, 30,
40 tahun kemudian ada
orang – orang yang bangga telah hidup dan menjadi bagian darinya. Atau bahkan menjadi semakin
rapuh tergerus oleh kemajuan teknologi yang akhirnya menggantikan posisiku
sebagai pengasah, pengasih dan pengasuh ke empat buah hatiku.
Tapi kemudian apa yang bisa aku
lakukan untuk mempersiapkan empat kebahagiaanku ini? Padahal jika direnungkan
kembali lebih dalam, semakin banyak usianya lambat laun aku akan bertukar
posisi dengan mereka. Jika hari ini ia digendong, boleh jadi 30 tahun kemudian
akulah yang akan di gendongnya menuju tempat peristirahatan terakhir. Jika hari
ini aku menggandengnya, tidak mustahil 40 tahun lagi ia yang akan menggandengku
ditemani tongkat penyangga. Jika kali ini aku menafkahi mereka, lalu apakah
mustahil 20 tahun
kemudian mereka jauh lebih mampu memberi nafkah untukku, menyempatkan diri
untuk menghabiskan waktu bersama menantu dan cucu? Atau bahkan aku yang akan
berada dalam bangsal tua berjeruji besi penuh sesak oleh teman sebaya namun
tetap terasa sepi tak bertepi yang kemudian orang memanggil tempat berbayar itu
dengan sebutan “panti jompo”...
Ada yang tertinggal dari pencapaian masa
depannya, sebelum mengenalkan apa itu masa depan, sebaiknya kenalkan kepada
mereka tentang masa lalu… SEJARAH… yak, sejarah dan figure manusia terbaik
sepanjang zaman. Tentang siapa Rabb nya, tentang bagaimana Alquran turun dan [harusnya]
menjadi pedoman seluruh umat di bumi, tentang siapa Muhammad SAW, bagaimana
hingga beliau menjadi Nabi terakhir dan tiada lagi manusia yang diutus menjadi nabi
setelahnya hingga datangnya hari akhir. menjadi perlu mengenalkan sejarah
kepada mereka untuk dijadikan figure buat memaksimalkan karakter
putera-puteriku agar mampu menyongsong masa depan mereka menjadi manusia yang
lebih baik dengan mencontoh sosok manusia terbaik. Karena seperti yang telah di
sampaikan oleh Rasulullah melalui sabdanya:
“Sebaik-baik umatku adalah pada masaku. Kemudian orang-orang yang
setelah mereka (generasi berikutnya), lalu orang-orang yang setelah mereka.”
(Shahih Al-Bukhari, no. 3650)
Itulah alasan mengapa perlu mengenalkan mereka
[anak-anakku] tentang sejarah, karena disadari atau tidak, sejarah akan
berulang. Sehingga kita perlu membekali diri agar mendapatkan jalan keluar yang
baik.
Ah....sudah tiba saatnya tersadar
dan terus belajar bagaimana menghargai waktu tentang membangun mahligai kebersamaan dengan putera-puteri
tercinta, menjadikan anak sebagai kebahagiaan bukan beban, mencari pengetahuan
tidak harus mendapatkan masalah duluan, kalaupun kita menganggap adanya anak
sebagai ujian, percayalah bahwa ALLAH tidak akan menguji hambaNYA di luar
kemampuan. Karena empat anak tak berdaya ini jika ALLAH mengizinkan kelak akan
menjadi menusia yang digdaya, yang pada waktunya menjadi manusia gagah perkasa
yang memiliki daya upaya karena ALLAH bersamanya. Manusia yang cantik, enerjik tapi juga harus mengenal
siapa Rabb-nya agar tak terjerat kedalam fitnah dunia yang penuh tipu daya.
Manusia yang menjalankan ibadah kepadaNYA bukan kerana takut akan Neraka dan
menginginkan Surga. Manusia yang bisa bersosialisasi tanpa harus banyak basa
basi apalagi berhalusinasi punya bermacam model mercy hanya modal punya meja
kerja dan pakai dasi, bahkan untuk mencari tiga piring nasi harus nunggu hasil
dari korupsi..
Wahai anak-anakku tercinta, kelak
ketika aku lupa dengan apa yang sudah terucap, mohon segarkan kembali
ingatanku, mungkin waktu dapat menghapus lisanku, tapi tulisan ini abadi
untukmu, wahai istriku tersayang, maaf jika aku tidak peka terhadap apa yang
engkau rasa, mungkin karena aku tercipta sebagai mahluk perkasa dan engkau
tercipta sebagai mahkluk cantik nan perasa. Tapi percayalah... aku mencoba
untuk menyelaraskan dua perbedaan kita sebagai media pencapaian tujuan kita
mengharap ridhoNYA. Semoga kelak anak-anak kita bisa memakaikan mahkota emas di
sana atas apa yang telah kita upayakan bersama... tapi di sini, biarlah kita
jalani hidup seperti adanya dengan cinta dan bahagia karena Allah semata.
Depok, 21
Februari 2016 | di tulis dari Depok dengan penuh cinta, boleh di baca sesiapa
dimana sadja |Satu Lelaki untuk satu istri dan empat buah
hati
No comments:
Post a Comment
" Berikan Komentar Anda Untuk Postingan Ini "