Cibinong,
27 September 2011
Air
mata mengalir deras bersamaan dengan nyawa yang telah terangkat dari jasadnya.
Satu persatu orang bergantian melihat, meratapi, hingga memberikan ucapan bela
sungkawa. Dalam seketika perempuan muda usia 27 tahun itu langsung menjadi
seorang janda. Kesedihan tidak lagi dapat terbendung ketika di sadarinya bahwa
ia telah ditinggalkan seorang pendamping hidup yang telah menemani hari-harinya
dikala susah dan senang… padahal belum genap 2 tahun perjalanan biduk rumah tangga
hingga akhirnya maut yang memisahkan mereka berdua.
***
Kesiangan
lagi nih….pikirku dalam hati, hari itu Senin jam menunjukan pkl.06,30 dan aku
merasakan berjuta kemalasan datang untuk menahan langkahku berangkat menuju
kantor. Karena 2 hari libur seperti ngga ada istirahat. Sedih rasanya harus
masuk dengan keterpaksaan begini… terlebih lagi ketika kudengar keluhan Afif,
anak pertamaku merengek “Bapaa jangan kejaaa…dilumah aja sama kaka. Libuh aja
Paaa… jadi pengusaha dilumah”… usianya 3,5 tahun dan suara yang belum sempurna
tetap dapat ku tangkap maksud ucapannya.
Dalam
hati aku meng-AMINi kata-katanya yang memotivasiku untuk menjadi pengusaha
sukses agar dapat memiliki banyak waktu luang untuk keluarga. SUBHANALLAH….Ngga
sangka anak sekecil itu punya pemikiran yang jauh melebihi usianya. Meskipun
begitu aku tetap bersikeras untuk berangkat meninggalkannya demi kewajibanku
sebagai konsekwensi profesi.
Satu
jam kemudian tibalah aku di ruang kerja dalam keadaan berkeringat,acak-acakan
dan bau asap knalpot kendaraan yang menjadi ciri khas “biker” :P. Dengan gegap
gempita aku mulai pasang “muka tembok” untuk memulai aktifitas. Benar saja,
salah satu rekan kerjaku menyambut dengan guyonan…. “Wa”alaikum salaam, masuk Maaaaas,
tumben nih agak pagian..” sambil cengegesan
ngga jelas untuk membuat merah kedua pipiku yang sebenarnya sudah cemong
*hehehe…cuek ajalah*
Telingaku
mulai kebal dengan berbagai guyonan mereka, meskipun ini adalah tindakan yang
salah namun aku mencoba untuk memberikan toleransi sebagai bentuk perhatian
mereka kepadaku. Tidak lama berselang dan aktifitas ruang kerja mulai kembali
hening, berderinglah handphone disaku. Kuangkat dan terdisplay nama “MAMA”
kemudian kuangkat.
“Halo
Maaa… “ suaranya membalas dengan sesenggukan…. Isak tangisnya tidak beraturan
sambil berkata…“Yud, Rudi Meninggal…. Kamu kemari deh”
Tak
ayal lagi aku langsung mengucapkan kata “Innalilahi Wa inna ilaihi
Roji’uuuuuun”….
***
Motor
Yamaha Jupiter Z hitam melaju kencang seolah tanpa rem lagi… salip kanan, salip
kiri seperti ngga mau kalah dengan kedatangan Malaikat Maut yang telah jauh
lebih dulu menjemput Rudi. Sampai tibalah aku di rumah sakit. Motor ku
tinggalkan begitu saja tanpa melihat kanan-kiri-depan-belakang ataupun tanda
pengenal agar memudahkan aku mengambil kendaraan lagi setelah semua urusan
selesai. Yang terpikir olehku hanyalah segera sampai ke TeKaPe agar dapat
membantu apa yang aku bisa lakukan.
Dari
kejauhan terlihat kerumunan orang berduka dikamar jenazah, salah satu wanita
muda berambut sebahu, terisak tanpa dapat mengeluarkan air mata… tak salah
lagi, dialah adikku satu-satunya yang saat ini telah menyandang “gelar” JANDA.
Semakin dekat dengannya…. Dengan jalan sedikit tergesa kuraih kepalanya yang
sudah tidak berdaya lagi menengadahkan wajahnya ke arahku, kemudian ku peluk
dia sambil berkata dengan suara gemetar menahan kesedihan…”yang tabah ya Dek….
Inilah jalan yang terbaik buatnya juga buat semua yang ditinggalkan…”.
Sementara isak tangisnya semakin keras seiring dengan selesainya ucapanku,
seolah tidak menginginkan fase ini berakhir begitu saja setelah semua kenangan
terajut dan terpatri dalam hati.
***
Jakarta, 21
September 2011
Siang
begitu teriknya, matahari seolah berada persis di atas kepala dan sedang
tertawa riang menikmati keringatku yang keluar sudah tak bisa di bendung lagi.
kedua AC split ukuran 2 PK di ruang kerja yang berukuran 5x7 m2 menunjukan
angka 16 oC, tapi dasarnya AC rusak… yaaa… di nikmati sajalah
keadaan yang ada. Toh ini adalah hari ke- 10 aku bertahan tanpa kesejukan dalam
ruangan mirip Bangsal di LaPas Cipinang. ***.. .Hhwwaaaa… kayak yang pernah tau
Lapas ajah **(lebay).
Tak
Lama kemudian, suara pesan pendek di henpon bututku berbunyi,akupun mulai membaca……
“mas…
ada dikantor ngga? Gue sama Rudi mau kesana sekalian minta ongkos..hehe3x” .
Hohooow
….. adik semata wayang bisanya gangguin orang seneng aja, ngga tau abangnya
lagi bokek… pikir ku dalam hati. Tapi sms itu tetap kubalas…
“Ya udah.. kemari aja. Sekalian makan siang
sinih”.
Setengah
jam kemudian mereka datang dengan setelan baju hitam-putih, dan kamipun pergi
menuju kantin terdekat, sekitar 50 meter dari gedung tempat kerjaku. Dan
percakapan kamipun terjadi :
Aku :
“dari mana kalian??? Koq tumben kayak orang magang”….
Rudi :
“dari Plaza BAPINDO Bang, Nganter Lia Ngelamar kerja”
Lia :
“Iya Mas… Ni juga abis nyasar-nyasar, terus Rudi ngajakin kemari buat
istirahat, daripada ngga jelas mau kemana tujuannya.. mana perut laper abis...hehehe...."
Aku : “Tuuuumben….
Emang libur kerja” (Sambil nyengir kea rah Rudi)
Rudi :
“Engga Bang…. Bolos, takut Lia nyasar”
Aku : “Ya
udah… pada makan gih…. Biar gemuk…” (sambil melempar tawa kecil ke arah
mereka)
Sambil
makan, kami pun ngobrol menanyakan perihal keadaan selama kami tidak pernah ketemu.
Maklum semenjak Lia menikah dengan Rudi dan tinggal di rumah mama, kami jarang
ketemuan karena Rudi dianggap sebagai pembawa penyakit TeBe yang menjangkiti
kedua anakku. Beruntung gejala itu lekas terbaca, jadi masih bisa di obati
sejak dini sehingga kedua anakku bisa sembuh, karena kebetulan istriku yang
juga kegiatannya sebagai Konsultan Pajak
memiliki klien seorang dokter spesialis paru sudah cukup senior. Namun sejak
itu Rudi juga adik semata wayangku selalu menghindari keponakan- keponakannya
karena khawatir mereka tertular kembali. Setiap kali kami main kerumah mama
mereka keluar sebelum kami tiba dirumah. Bahkan Mama pernah cerita padaku bahwa Lia sering menangis
sendiri manakala ia teringat dengan kedua anakku. Ingin sekali rasanya ia
bermain dan memeluk mereka, tapi apa daya keadaannya membuat ia dan suaminya
tidak dapat mendekati 2 keponakannya tersayang.
So….Kali
itu bener-bener tumben karena mereka mau main ke tempat kerjaku. Sementara Saking asik ngobrol hingga tak
sadar 1 jam 30 menit waktu berlalu.
“Waduuh… gue masuk dulu yak, ntar bisa di
lempar Golok sama temen-temen liat gue jam 2.30 masih kelayapan “.
Tagihan
pun kubayar dengan tunai :p …Sambil merogoh kocek, aku selipkan sejumlah uang kepada
adik semata wayangku dengan alasan buat beli bensin. Padahal kondisi anggaran
dalam negeri kala itu saldo tinggal tersisa 10 ribu. Ingin rasanya memberi lebih, tapi apa daya stabilitas dalam
negeri sedang terganggu karena tanggung bulan datang (alasan klasik pekerja
kantoran :P…)… Yang penting masih cukup buat beli bensin sama krupuk kalo
laper.. pikirku gampang.
Sebelum
pulang, seperti biasa mereka mencium tangan kananku sebagai bentuk penghormatan
terhadap saudara yang lebih tua, seperti yang yang pernah dibiasakan oleh orang
tuaku saat kecil. Dan tidak disangka momen ngobrol, ketawa de es be yang agak
lama itu adalah percakapan terakhirku dengan Rudi. Seolah menjadi isyarat bahwa
ia hendak pamit dari hidupnya dan menitipkan sebagian hatinya yang telah berada
dalam hati adikku.
***
Cibinong, 24
September 2011
Kamar
Rumah Sakit tempat Rudi dirawat terlihat begitu ramai ketika aku datang,
padahal jam besuk sudah berakhir sejak 30 menit yang lalu. Aku harus bersabar
untuk gantian masuk agar dapat melihat adik iparku yang sedang tergeletak tak berdaya.
Sambil menunggu tamu bergantian keluar, mama pun bercerita….Hasil deteksi
dokter ternyata di luar dugaan, dia memang benar menderita Flek Paru, tapi
bukan itu masalahnya…. Penyebab utamanya adalah Tumor di bagian usus besar yang
di derita selama hampir 20 tahun sudah
menggerogoti tubuhnya yang semakin “langsing” hingga harus diputuskan untuk
di potong sekita 1,5 meter. Kini Giliranku masuk… terpampang pemandangan yang
sangat miris dari Seorang Rudi. Selang yang terpasang dari hidung dan mulut
membuat nafasnya semakin sesak. Jangankan untuk menahan sakit yang di
deritanya, untuk bernafas dengan nyaman saja dia sudah tidak leluasa.
Gerakannya mulai melambat, sementara istrinya sudah tak henti-henti menangisi
keadaannya, sambil berucap kata maaf kepada setiap orang yang membesuk Rudi
jika ada kesalahan suaminya yang dilakukan kepada pengunjung di ruangan itu .
Melihat
pemandangan di depan mata, aku terpaksa mengumpulkan keluarga, terbukalah
permasalahan bahwa keluarga sudah tidak mampu lagi membiayai keadaan Rudi.
“Gini aja”… Sergahku…..”aku punya uang ngga
banyak, tapi tinggal itu simpenanku…., aku serahkan buat dede (sebutan buat
Lia) bukan untuk bantu biaya operasi,
tapi supaya di SEDEKAHKAN kepada yang membutuhkan. Minta sama ALLAH dengan
perantara itu semua, semoga diberikan jalan yang terbaik dan kesembuhan untuk
Rudi. Karena melihat kondisinya secara kasat mata sepertinya akan semakin berat”
. Dengan tidak mendahului kehendak ALLAH, aku sempat ngga bisa bisa lagi
berkata karena kondisinya sudah sebegitu parah hingga Akhirnya keluargaku menerima
pilihan itu sambil mengusahakan untuk dapat dilanjutkan kepada tahap operasi.
Pilihanku
lebih kepada menyedekahkan uang itu atas nama Lia dan Rudi daripada untuk bantu
biaya operasi Rudi beralasan… karena uang yang aku berikan ngga bisa untuk
menutupi biaya operasi, selain itu aku meyakini bahwa jika kita bisa bersedekah
di saat sempit, maka ALLAH SWT akan melapangkan segala urusan dan mengangkat
apa-apa yang menjadi kesulitan kita….semua itu PASTI, namun pertanyaannya…CEPAT
atau LAMBAT????, karena semua adalah kehendakNYA. Kemudian kuserahkan sejumlah
uang dengan harapan tinggi mencapai langit berdo’a meminta agar diberikan jalan
terbaik guna menyelesaikan permasalahan yang ada. Malam itu akupun kembali kerumah, karena waktu
telah menunjukan pukul.00.20. Masuk rumah, ambil wudhu dan shalat malam…
dilanjutkan dengan do'a. Mulai ku duduk bersila... tundukan kepala dengan mata terpejam.... tangan yang terangkat dan hati merendah ...seeeerendah-rendahnya :
“…
Yaa ALLAH, Dzat yang Maha Dahsyat… Engkaulah pemilik segala yang ada di langit
dan dibumi… Ampunilah segala kesalahan yang pernah dilakukan oleh Rudi jika
atas sebab itu dia menderita penyakitnya. Sembuhkan dan angkatlah penyakitnya
jika Engkau memperkenankan ia hidup untuk waktu yang lama hingga ia dapat
menemani Lia… dan mohon jadikan Rudi imam yang baik dalam rumah tangganya,
bahagiakan rumah tangganya hingga ia pantas menjadi kebanggaan orangtuanya. Yaa
ALLAH…Dzat yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang… kami rela jika Engkau
berkehendak lain ..selain daripada apa yang kami harapkan, tapi kami mohon
kepadaMU… percepatlah jalannya sehingga ia tidak dipersulit dengan keadaan yang
semakin menghimpit. Karena aku tau Engkau tidak akan memberikan ujian diluar
kemampuan hambaMU..kabulkanlah permintaanku Yaa Rabb… dan jangan sedikitpun
Engkau menggantungkan segala urusan kepadaku karena sesungguhnya Engkaulah
sebaik-baiknya pemberi keputusan di setiap urusan… amiiin”
Setelah
pulang dari rumah sakit, aku ngga bisa berhenti memikirkan Rudi. Ternyata dia
tau penyakit Tumor ususnya sudah stadium akut dan kami ngga pernah tau hal itu.
Dia menahan nikmat dan sakitnya sejak usia kecilnya sehingga berat badannya
ngga pernah naik. Di biarkannya pendapat orang mengasumsikan bahwa semua adalah
karena dia seorang pengidap TeBe. Dan aku salah satu “korban” yang tertipu
dengan keadaanya… Hingga belakangan baru diketahui bahwa pembawa virus TeBe adalah salah satu assisten rumah tangga ku yang sudah keluar beberapa bulan sebelum anakku terinfeksi, karena dia yang sering batuk-batuk dan tidak kunjung sembuh, selalu berkeringat meskipun aktifitasnya ngga banyak, dan anak-anak sering bermain dengannya........... (Maafin gue broo…. Beneran, gue ngga tau semuanya. Dan lu
tetep bersabar membiarkan pendapat orang terus menerus "SALAH").
***
Cibinong, 26 September 2011
“Aku
siap di operasi… Aku mau sembuh Yang…aku mau kita punya anak” kata Rudi kepada
istrinya. Suara Rudi mulai bersemangat ketika ia mengetahui bahwasanya akan
segera di operasi. Menjelang maghrib ia semakin lincah dan menebar senyuman.
Tidak seperti 2 hari sebelumnya yang terlihat tak berdaya dan lunglai layaknya
menunggu di penghujung waktu. Kala itu hanya ada Lia dan Bp. Tono, begitulah
kami menyebut tetanggaku yang sudah seperti kakakku sendiri. Rudi Bercerita
kesana kemari sambil menunggu 2 jam lagi… detik-detik menjelang operasi Tumor
Ususnya.
Sementara…
adikku bercerita perihal pesan-pesan beberapa hari yang lalu saat kunjunganku
ke rumah sakit. Dia mendengarkan dengan seksama, hingga kemudian istrinya
berucap…. “jangan lupa kita harus minta maaf terlebih dahulu kepada papa, mama,
dan lainnya semoga kamu diberikan kesembuhan dan bisa melakukan aktifitas
seperti biasa”. Ia mengangguk di iringi
senyuman optimisnya dan berkata… “Tenang sayyyaaang, aku udah sembuh koq….dan kita pasti bisa lewati semuanya…OK...!!”.. Rudi
berusaha untuk meyakinkan bahwa semuanya akan baik-baik saja.
Waktu
sudah menunjukan pukul 20.00, seorang perawat masuk ke ruangan kelas III Rumah
Sakit Bina Husada, Cibinong. “ Pak Rudiiii… Sudah siap yaa, Dokter sudah menuju
ke Kamar Operasi”…
Rudi
menjawab dengan sigap “SIAP Sus…”, kemudian ia menoleh kepada istri tercintanya
dengan senyuman melebar “Do’ain aku Yang… Kita bakal melewati ini semua…..”
kemudian meraih tangan sang istri untuk menyatakan mohon pamit. Kereta mulai di
dorong…. Tangan mereka terlepas seakan berat untuk berpisah, Lia dan Bp Tono
mulai melangkah mengantar Suster yang
membawa kereta dorongnya hingga sampai beberapa meter ruang operasi, sementara
kereta dorong terus berjalan dan suster membuka pintu kamar operasi untuk
bersiap masuk. Tiba-tiba Rudi bangkit sambil melambaikan tangannya kepada istri
kesayangannya ….
“DADAAAAH…. DO’AIN AKU YA SAYAAANG…., SAMPEIN SALAM BUAT MAMA PAPA...
AKU MINTA MA’AAAAAF…”
seketika itu pula deraian airmata sang istri
menetes deras mengiringi masuknya Rudi ke ruang operasi. Dan sejak itu..... Rudi tidak
pernah kembali lagi ke pelukannya… :'(
***
Ternyata
ALLAH SWT telah menjawab do’a yang kami
semua panjatkan melalui sedekah. Mungkin jawabannya tidak sesuai dengan apa
yang diharapkan. Rudi sembuh dari sakitnya, tapi juga pergi untuk
selamanya,,,tapi itulah jawaban yang TERBAIK menurutNYA… bukan menurut kami.
Ketika kita Ikhlas menerima segalanya maka tidak ada lagi tempat untuk meratapi
segala yang telah terjadi. Setidaknya di akhir perjalanan hidupnya, Rudi
menorehkan kenangan yang begitu mendalam untuk kami semua… . SELAMAT JALAN
BRO…. kami akan mengenang dirimu di hati kami sepanjang perjalanan hidup kami
(***big hug and kiss***)
END
No comments:
Post a Comment
" Berikan Komentar Anda Untuk Postingan Ini "