HALAMAN

01 July, 2012

Selamat Jalan Bro.....

(Mengenang Perjalanan hidup orang  yang pernah menjadi bagian dari kehidupanku....)















Cibinong, 27 September 2011

Air mata mengalir deras bersamaan dengan nyawa yang telah terangkat dari jasadnya. Satu persatu orang bergantian melihat, meratapi, hingga memberikan ucapan bela sungkawa. Dalam seketika perempuan muda usia 27 tahun itu langsung menjadi seorang janda. Kesedihan tidak lagi dapat terbendung ketika di sadarinya bahwa ia telah ditinggalkan seorang pendamping hidup yang telah menemani hari-harinya dikala susah dan senang… padahal belum genap 2 tahun perjalanan biduk rumah tangga hingga akhirnya maut yang memisahkan mereka berdua.

 ***

Kesiangan lagi nih….pikirku dalam hati, hari itu Senin jam menunjukan pkl.06,30 dan aku merasakan berjuta kemalasan datang untuk menahan langkahku berangkat menuju kantor. Karena 2 hari libur seperti ngga ada istirahat. Sedih rasanya harus masuk dengan keterpaksaan begini… terlebih lagi ketika kudengar keluhan Afif, anak pertamaku merengek “Bapaa jangan kejaaa…dilumah aja sama kaka. Libuh aja Paaa… jadi pengusaha dilumah”… usianya 3,5 tahun dan suara yang belum sempurna tetap dapat ku tangkap maksud ucapannya.

Dalam hati aku meng-AMINi kata-katanya yang memotivasiku untuk menjadi pengusaha sukses agar dapat memiliki banyak waktu luang untuk keluarga. SUBHANALLAH….Ngga sangka anak sekecil itu punya pemikiran yang jauh melebihi usianya. Meskipun begitu aku tetap bersikeras untuk berangkat meninggalkannya demi kewajibanku sebagai konsekwensi profesi.

Satu jam kemudian tibalah aku di ruang kerja dalam keadaan berkeringat,acak-acakan dan bau asap knalpot kendaraan yang menjadi ciri khas “biker” :P. Dengan gegap gempita aku mulai pasang “muka tembok” untuk memulai aktifitas. Benar saja, salah satu rekan kerjaku menyambut dengan guyonan…. “Wa”alaikum salaam, masuk Maaaaas, tumben nih agak pagian..” sambil cengegesan ngga jelas untuk membuat merah kedua pipiku yang sebenarnya sudah cemong    *hehehe…cuek ajalah*

Telingaku mulai kebal dengan berbagai guyonan mereka, meskipun ini adalah tindakan yang salah namun aku mencoba untuk memberikan toleransi sebagai bentuk perhatian mereka kepadaku. Tidak lama berselang dan aktifitas ruang kerja mulai kembali hening, berderinglah handphone disaku. Kuangkat dan terdisplay nama “MAMA” kemudian kuangkat.
“Halo Maaa… “ suaranya membalas dengan sesenggukan…. Isak tangisnya tidak beraturan sambil berkata…“Yud, Rudi Meninggal…. Kamu kemari deh”
Tak ayal lagi aku langsung mengucapkan kata “Innalilahi Wa inna ilaihi Roji’uuuuuun”….


***


Motor Yamaha Jupiter Z hitam melaju kencang seolah tanpa rem lagi… salip kanan, salip kiri seperti ngga mau kalah dengan kedatangan Malaikat Maut yang telah jauh lebih dulu menjemput Rudi. Sampai tibalah aku di rumah sakit. Motor ku tinggalkan begitu saja tanpa melihat kanan-kiri-depan-belakang ataupun tanda pengenal agar memudahkan aku mengambil kendaraan lagi setelah semua urusan selesai. Yang terpikir olehku hanyalah segera sampai ke TeKaPe agar dapat membantu apa yang aku bisa lakukan.

Dari kejauhan terlihat kerumunan orang berduka dikamar jenazah, salah satu wanita muda berambut sebahu, terisak tanpa dapat mengeluarkan air mata… tak salah lagi, dialah adikku satu-satunya yang saat ini telah menyandang “gelar” JANDA. Semakin dekat dengannya…. Dengan jalan sedikit tergesa kuraih kepalanya yang sudah tidak berdaya lagi menengadahkan wajahnya ke arahku, kemudian ku peluk dia sambil berkata dengan suara gemetar menahan kesedihan…”yang tabah ya Dek…. Inilah jalan yang terbaik buatnya juga buat semua yang ditinggalkan…”. Sementara isak tangisnya semakin keras seiring dengan selesainya ucapanku, seolah tidak menginginkan fase ini berakhir begitu saja setelah semua kenangan terajut dan terpatri dalam hati.

***


Jakarta, 21 September 2011

Siang begitu teriknya, matahari seolah berada persis di atas kepala dan sedang tertawa riang menikmati keringatku yang keluar sudah tak bisa di bendung lagi. kedua AC split ukuran 2 PK di ruang kerja yang berukuran 5x7 m2 menunjukan angka 16 oC, tapi dasarnya AC rusak… yaaa… di nikmati sajalah keadaan yang ada. Toh ini adalah hari ke- 10 aku bertahan tanpa kesejukan dalam ruangan mirip Bangsal di LaPas Cipinang. ***.. .Hhwwaaaa… kayak yang pernah tau Lapas ajah **(lebay).
Tak Lama kemudian, suara pesan pendek di henpon bututku berbunyi,akupun mulai membaca……
 mas… ada dikantor ngga? Gue sama Rudi mau kesana sekalian minta ongkos..hehe3x” .
Hohooow ….. adik semata wayang bisanya gangguin orang seneng aja, ngga tau abangnya lagi bokek… pikir ku dalam hati. Tapi sms itu tetap kubalas…
“Ya udah.. kemari aja. Sekalian makan siang sinih”.
Setengah jam kemudian mereka datang dengan setelan baju hitam-putih, dan kamipun pergi menuju kantin terdekat, sekitar 50 meter dari gedung tempat kerjaku. Dan percakapan kamipun terjadi :

Aku        : “dari mana kalian??? Koq tumben kayak orang magang”….

Rudi       : “dari Plaza BAPINDO Bang, Nganter Lia Ngelamar kerja”

Lia        : “Iya Mas… Ni juga abis nyasar-nyasar, terus Rudi ngajakin kemari buat istirahat, daripada    ngga jelas mau kemana tujuannya.. mana perut laper abis...hehehe...."

Aku        : “Tuuuumben…. Emang libur kerja” (Sambil nyengir kea rah Rudi) 

Rudi       : “Engga Bang…. Bolos, takut Lia nyasar”

Aku        : “Ya udah… pada makan gih…. Biar gemuk…” (sambil melempar tawa kecil ke arah mereka)

Sambil makan, kami pun ngobrol menanyakan perihal keadaan selama kami tidak pernah ketemu. Maklum semenjak Lia menikah dengan Rudi dan tinggal di rumah mama, kami jarang ketemuan karena Rudi dianggap sebagai pembawa penyakit TeBe yang menjangkiti kedua anakku. Beruntung gejala itu lekas terbaca, jadi masih bisa di obati sejak dini sehingga kedua anakku bisa sembuh, karena kebetulan istriku yang juga  kegiatannya sebagai Konsultan Pajak memiliki klien seorang dokter spesialis paru sudah cukup senior. Namun sejak itu Rudi juga adik semata wayangku selalu menghindari keponakan- keponakannya karena khawatir mereka tertular kembali. Setiap kali kami main kerumah mama mereka keluar sebelum kami tiba dirumah. Bahkan Mama pernah  cerita padaku bahwa Lia sering menangis sendiri manakala ia teringat dengan kedua anakku. Ingin sekali rasanya ia bermain dan memeluk mereka, tapi apa daya keadaannya membuat ia dan suaminya tidak dapat mendekati 2 keponakannya tersayang.

So….Kali itu bener-bener tumben karena mereka mau main ke tempat kerjaku.  Sementara Saking asik ngobrol hingga tak sadar 1 jam 30 menit waktu berlalu.

“Waduuh… gue masuk dulu yak, ntar bisa di lempar Golok sama temen-temen liat gue jam 2.30 masih kelayapan “.

Tagihan pun kubayar dengan tunai :p …Sambil merogoh kocek, aku selipkan sejumlah uang kepada adik semata wayangku dengan alasan buat beli bensin. Padahal kondisi anggaran dalam negeri kala itu saldo tinggal tersisa 10 ribu. Ingin rasanya  memberi lebih, tapi apa daya stabilitas dalam negeri sedang terganggu karena tanggung bulan datang (alasan klasik pekerja kantoran :P…)… Yang penting masih cukup buat beli bensin sama krupuk kalo laper.. pikirku gampang.
Sebelum pulang, seperti biasa mereka mencium tangan kananku sebagai bentuk penghormatan terhadap saudara yang lebih tua, seperti yang yang pernah dibiasakan oleh orang tuaku saat kecil. Dan tidak disangka momen ngobrol, ketawa de es be yang agak lama itu adalah percakapan terakhirku dengan Rudi. Seolah menjadi isyarat bahwa ia hendak pamit dari hidupnya dan menitipkan sebagian hatinya yang telah berada dalam hati adikku.


***


Cibinong, 24 September 2011

Kamar Rumah Sakit tempat Rudi dirawat terlihat begitu ramai ketika aku datang, padahal jam besuk sudah berakhir sejak 30 menit yang lalu. Aku harus bersabar untuk gantian masuk agar dapat melihat adik iparku yang sedang tergeletak tak berdaya. Sambil menunggu tamu bergantian keluar, mama pun bercerita….Hasil deteksi dokter ternyata di luar dugaan, dia memang benar menderita Flek Paru, tapi bukan itu masalahnya…. Penyebab utamanya adalah Tumor di bagian usus besar yang di derita selama hampir 20 tahun sudah menggerogoti tubuhnya yang semakin “langsing” hingga harus diputuskan untuk di potong sekita 1,5 meter. Kini Giliranku masuk… terpampang pemandangan yang sangat miris dari Seorang Rudi. Selang yang terpasang dari hidung dan mulut membuat nafasnya semakin sesak. Jangankan untuk menahan sakit yang di deritanya, untuk bernafas dengan nyaman saja dia sudah tidak leluasa. 

Gerakannya mulai melambat, sementara istrinya sudah tak henti-henti menangisi keadaannya, sambil berucap kata maaf kepada setiap orang yang membesuk Rudi jika ada kesalahan suaminya yang dilakukan kepada pengunjung di ruangan itu .

Melihat pemandangan di depan mata, aku terpaksa mengumpulkan keluarga, terbukalah permasalahan bahwa keluarga sudah tidak mampu lagi membiayai keadaan Rudi. “Gini aja”… Sergahku…..”aku punya uang ngga banyak, tapi tinggal itu simpenanku…., aku serahkan buat dede (sebutan buat Lia) bukan untuk bantu biaya operasi, tapi supaya di SEDEKAHKAN kepada yang membutuhkan. Minta sama ALLAH dengan perantara itu semua, semoga diberikan jalan yang terbaik dan kesembuhan untuk Rudi. Karena melihat kondisinya secara kasat mata sepertinya akan semakin berat” . Dengan tidak mendahului kehendak ALLAH, aku sempat ngga bisa bisa lagi berkata karena kondisinya sudah sebegitu parah hingga Akhirnya keluargaku menerima pilihan itu sambil mengusahakan untuk dapat dilanjutkan kepada tahap operasi.

Pilihanku lebih kepada menyedekahkan uang itu atas nama Lia dan Rudi daripada untuk bantu biaya operasi Rudi beralasan… karena uang yang aku berikan ngga bisa untuk menutupi biaya operasi, selain itu aku meyakini bahwa jika kita bisa bersedekah di saat sempit, maka ALLAH SWT akan melapangkan segala urusan dan mengangkat apa-apa yang menjadi kesulitan kita….semua itu PASTI, namun pertanyaannya…CEPAT atau LAMBAT????, karena semua adalah kehendakNYA. Kemudian kuserahkan sejumlah uang dengan harapan tinggi mencapai langit berdo’a meminta agar diberikan jalan terbaik guna menyelesaikan permasalahan yang ada.  Malam itu akupun kembali kerumah, karena waktu telah menunjukan pukul.00.20. Masuk rumah, ambil wudhu dan shalat malam… dilanjutkan dengan do'a. Mulai ku duduk bersila... tundukan kepala dengan mata terpejam.... tangan yang terangkat dan hati merendah ...seeeerendah-rendahnya :

“… Yaa ALLAH, Dzat yang Maha Dahsyat… Engkaulah pemilik segala yang ada di langit dan dibumi… Ampunilah segala kesalahan yang pernah dilakukan oleh Rudi jika atas sebab itu dia menderita penyakitnya. Sembuhkan dan angkatlah penyakitnya jika Engkau memperkenankan ia hidup untuk waktu yang lama hingga ia dapat menemani Lia… dan mohon jadikan Rudi imam yang baik dalam rumah tangganya, bahagiakan rumah tangganya hingga ia pantas menjadi kebanggaan orangtuanya. Yaa ALLAH…Dzat yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang… kami rela jika Engkau berkehendak lain ..selain daripada apa yang kami harapkan, tapi kami mohon kepadaMU… percepatlah jalannya sehingga ia tidak dipersulit dengan keadaan yang semakin menghimpit. Karena aku tau Engkau tidak akan memberikan ujian diluar kemampuan hambaMU..kabulkanlah permintaanku Yaa Rabb… dan jangan sedikitpun Engkau menggantungkan segala urusan kepadaku karena sesungguhnya Engkaulah sebaik-baiknya pemberi keputusan di setiap urusan… amiiin”

Setelah pulang dari rumah sakit, aku ngga bisa berhenti memikirkan Rudi. Ternyata dia tau penyakit Tumor ususnya sudah stadium akut dan kami ngga pernah tau hal itu. Dia menahan nikmat dan sakitnya sejak usia kecilnya sehingga berat badannya ngga pernah naik. Di biarkannya pendapat orang mengasumsikan bahwa semua adalah karena dia seorang pengidap TeBe. Dan aku salah satu “korban” yang tertipu dengan keadaanya… Hingga belakangan baru diketahui bahwa pembawa virus TeBe adalah salah satu assisten rumah tangga ku yang sudah keluar beberapa bulan sebelum anakku terinfeksi, karena dia yang sering batuk-batuk dan tidak kunjung sembuh, selalu berkeringat meskipun aktifitasnya ngga banyak, dan anak-anak sering bermain dengannya........... (Maafin gue broo…. Beneran, gue ngga tau semuanya. Dan lu tetep bersabar membiarkan pendapat orang terus menerus "SALAH").


***


Cibinong, 26 September 2011

“Aku siap di operasi… Aku mau sembuh Yang…aku mau kita punya anak” kata Rudi kepada istrinya. Suara Rudi mulai bersemangat ketika ia mengetahui bahwasanya akan segera di operasi. Menjelang maghrib ia semakin lincah dan menebar senyuman. Tidak seperti 2 hari sebelumnya yang terlihat tak berdaya dan lunglai layaknya menunggu di penghujung waktu. Kala itu hanya ada Lia dan Bp. Tono, begitulah kami menyebut tetanggaku yang sudah seperti kakakku sendiri. Rudi Bercerita kesana kemari sambil menunggu 2 jam lagi… detik-detik menjelang operasi Tumor Ususnya.

Sementara… adikku bercerita perihal pesan-pesan beberapa hari yang lalu saat kunjunganku ke rumah sakit. Dia mendengarkan dengan seksama, hingga kemudian istrinya berucap…. “jangan lupa kita harus minta maaf terlebih dahulu kepada papa, mama, dan lainnya semoga kamu diberikan kesembuhan dan bisa melakukan aktifitas seperti biasa”.  Ia mengangguk di iringi senyuman optimisnya dan berkata… “Tenang  sayyyaaang, aku udah sembuh koq….dan kita pasti bisa lewati semuanya…OK...!!”.. Rudi berusaha untuk meyakinkan bahwa semuanya akan baik-baik saja.

Waktu sudah menunjukan pukul 20.00, seorang perawat masuk ke ruangan kelas III Rumah Sakit Bina Husada, Cibinong. “ Pak Rudiiii… Sudah siap yaa, Dokter sudah menuju ke Kamar Operasi”…
Rudi menjawab dengan sigap “SIAP Sus…”, kemudian ia menoleh kepada istri tercintanya dengan senyuman melebar “Do’ain aku Yang… Kita bakal melewati ini semua…..” kemudian meraih tangan sang istri untuk menyatakan mohon pamit. Kereta mulai di dorong…. Tangan mereka terlepas seakan berat untuk berpisah, Lia dan Bp Tono mulai melangkah mengantar Suster  yang membawa kereta dorongnya hingga sampai beberapa meter ruang operasi, sementara kereta dorong terus berjalan dan suster membuka pintu kamar operasi untuk bersiap masuk. Tiba-tiba Rudi bangkit sambil melambaikan tangannya kepada istri kesayangannya …. 

“DADAAAAH…. DO’AIN AKU YA SAYAAANG…., SAMPEIN SALAM BUAT MAMA PAPA... AKU MINTA MA’AAAAAF…”

seketika itu pula deraian airmata sang istri menetes deras mengiringi masuknya Rudi ke ruang operasi. Dan sejak itu..... Rudi tidak pernah kembali lagi ke pelukannya… :'(


***

Ternyata ALLAH  SWT telah menjawab do’a yang kami semua panjatkan melalui sedekah. Mungkin jawabannya tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Rudi sembuh dari sakitnya, tapi juga pergi untuk selamanya,,,tapi itulah jawaban yang TERBAIK menurutNYA… bukan menurut kami. Ketika kita Ikhlas menerima segalanya maka tidak ada lagi tempat untuk meratapi segala yang telah terjadi. Setidaknya di akhir perjalanan hidupnya, Rudi menorehkan kenangan yang begitu mendalam untuk kami semua… . SELAMAT JALAN BRO…. kami akan mengenang dirimu di hati kami sepanjang perjalanan hidup kami (***big hug and kiss***)



END

No comments:

Post a Comment

" Berikan Komentar Anda Untuk Postingan Ini "