HALAMAN

21 February, 2016

BERADA DI ANTARA MASA DEPAN, MASA KINI DAN MASA LALU



“Didiklah anakmu sesuai dengan zamannya, sungguh mereka akan menghadapi masa depan yang berbeda dari masamu” (Ali bin Abi Thalib R.A)

Kalimat bijak sarat dengan nasehat itu kian bergejolak hebat kala menginjak usia nikah semakin bertambah dan melahirkan empat buah hati yang kian gencar bereksplorasi. Menjadi orang tua zaman sekarang terasa semakin kehilangan kendali. Saingan pendidik semakin banyak. Televisi semakin mudah menyihir kita untuk istiqomah menggunakan konsentrasi penuh terhadap waktu yang begitu cepat berlalu. Facebook, twiter, BBM, Whatsapp, LINE, dan chat tool lainnya seakan menjadikan media kita menjauhi orang – orang terdekat, padahal tujuan awal terciptanya fitur itu adalah untuk mendekatkan yang jauh.... tapi malahan yang terjadi adalah orang yang ada di sekeliling kita menjadi tak terlihat lagi karena asyik memandangi kotak kecil yang lagi-lagi menyihir kita alih-alih fokus dengan percakapan, senyam-senyum sendiri bahkan menertawai layar sentuh berdimensi 5 inchi sambil memainkan jari-jemari berbalas kata. hingga haripun berganti, Cinta tak lagi terjalin indah, kebersamaan berlalu sudah, yang ada hanyalah kesepian dan perasaan hampa ketika perubahan zaman menjadikan posisi berbanding terbalik terhadap fitrah manusia yang diciptakan-NYA sebagai mahkluk social, bukan mahkluk yang mahir bersosialita di dunia maya tanpa batas.

Alangkah cepat waktu berlalu, tak terasa usia anak-anakku ini semakin besar, makin hari kebutuhan mereka akan informasi semakin kompleks.  Namun dalam perjalanan mencari informasi yang di butuhkan, anak-anak butuh bimbingan. Lalu sebagai orang tua bagaimana kita memainkan peran untuk mereka yang mulai mencari sosok terdekat untuk dijadikan teladan mereka, apakah yang harus dilakukan, mengingat aku hanyalah jembatan dalam mencapai masa depan mereka. Jembatan yang kelak akan dilalui oleh begitu banyak keinginan untuk mencapai tujuan, jembatan yang kelak akan dimintai pertanggung jawaban-NYA. Inilah jembatan yang semakin hari semakin tua dan tetap harus terlihat perkasa, jembatan yang akan menjadi saksi bahwa kelak entah 20, 30, 40 tahun kemudian ada orang – orang yang bangga telah hidup dan menjadi bagian darinya. Atau bahkan menjadi semakin rapuh tergerus oleh kemajuan teknologi yang akhirnya menggantikan posisiku sebagai pengasah, pengasih dan pengasuh ke empat buah hatiku.  

Tapi kemudian apa yang bisa aku lakukan untuk mempersiapkan empat kebahagiaanku ini? Padahal jika direnungkan kembali lebih dalam, semakin banyak usianya lambat laun aku akan bertukar posisi dengan mereka. Jika hari ini ia digendong, boleh jadi 30 tahun kemudian akulah yang akan di gendongnya menuju tempat peristirahatan terakhir. Jika hari ini aku menggandengnya, tidak mustahil 40 tahun lagi ia yang akan menggandengku ditemani tongkat penyangga. Jika kali ini aku menafkahi mereka, lalu apakah mustahil 20 tahun kemudian mereka jauh lebih mampu memberi nafkah untukku, menyempatkan diri untuk menghabiskan waktu bersama menantu dan cucu? Atau bahkan aku yang akan berada dalam bangsal tua berjeruji besi penuh sesak oleh teman sebaya namun tetap terasa sepi tak bertepi yang kemudian orang memanggil tempat berbayar itu dengan sebutan “panti jompo”...

Ada yang tertinggal dari pencapaian masa depannya, sebelum mengenalkan apa itu masa depan, sebaiknya kenalkan kepada mereka tentang masa lalu… SEJARAH… yak, sejarah dan figure manusia terbaik sepanjang zaman. Tentang siapa Rabb nya, tentang bagaimana Alquran turun dan [harusnya] menjadi pedoman seluruh umat di bumi, tentang siapa Muhammad SAW, bagaimana hingga beliau menjadi Nabi terakhir dan tiada lagi manusia yang diutus menjadi nabi setelahnya hingga datangnya hari akhir. menjadi perlu mengenalkan sejarah kepada mereka untuk dijadikan figure buat memaksimalkan karakter putera-puteriku agar mampu menyongsong masa depan mereka menjadi manusia yang lebih baik dengan mencontoh sosok manusia terbaik. Karena seperti yang telah di sampaikan oleh Rasulullah melalui sabdanya:

Sebaik-baik umatku adalah pada masaku. Kemudian orang-orang yang setelah mereka (generasi berikutnya), lalu orang-orang yang setelah mereka.” (Shahih Al-Bukhari, no. 3650)

Itulah alasan mengapa perlu mengenalkan mereka [anak-anakku] tentang sejarah, karena disadari atau tidak, sejarah akan berulang. Sehingga kita perlu membekali diri agar mendapatkan jalan keluar yang baik.

Ah....sudah tiba saatnya tersadar dan terus belajar bagaimana menghargai waktu tentang membangun mahligai kebersamaan dengan putera-puteri tercinta, menjadikan anak sebagai kebahagiaan bukan beban, mencari pengetahuan tidak harus mendapatkan masalah duluan, kalaupun kita menganggap adanya anak sebagai ujian, percayalah bahwa ALLAH tidak akan menguji hambaNYA di luar kemampuan. Karena empat anak tak berdaya ini jika ALLAH mengizinkan kelak akan menjadi menusia yang digdaya, yang pada waktunya menjadi manusia gagah perkasa yang memiliki daya upaya karena ALLAH bersamanya. Manusia yang cantik, enerjik tapi juga harus mengenal siapa Rabb-nya agar tak terjerat kedalam fitnah dunia yang penuh tipu daya. Manusia yang menjalankan ibadah kepadaNYA bukan kerana takut akan Neraka dan menginginkan Surga. Manusia yang bisa bersosialisasi tanpa harus banyak basa basi apalagi berhalusinasi punya bermacam model mercy hanya modal punya meja kerja dan pakai dasi, bahkan untuk mencari tiga piring nasi harus nunggu hasil dari korupsi.. 

Wahai anak-anakku tercinta, kelak ketika aku lupa dengan apa yang sudah terucap, mohon segarkan kembali ingatanku, mungkin waktu dapat menghapus lisanku, tapi tulisan ini abadi untukmu, wahai istriku tersayang, maaf jika aku tidak peka terhadap apa yang engkau rasa, mungkin karena aku tercipta sebagai mahluk perkasa dan engkau tercipta sebagai mahkluk cantik nan perasa. Tapi percayalah... aku mencoba untuk menyelaraskan dua perbedaan kita sebagai media pencapaian tujuan kita mengharap ridhoNYA. Semoga kelak anak-anak kita bisa memakaikan mahkota emas di sana atas apa yang telah kita upayakan bersama... tapi di sini, biarlah kita jalani hidup seperti adanya dengan cinta dan bahagia karena Allah semata.

Depok, 21 Februari 2016 | di tulis dari Depok dengan penuh cinta, boleh di baca sesiapa dimana sadja |Satu Lelaki untuk satu istri dan empat buah hati


No comments:

Post a Comment

" Berikan Komentar Anda Untuk Postingan Ini "